Ketahanan pangan adalah sebuah kondisi yang terkait
dengan ketersediaan bahan pangan secara berkelanjutan. Kekhawatiran terhadap
ketahanan pangan telah ada dalam sejarah. Sejak 10 ribu tahun yang lalu lumbung
telah digunakan di China dengan kekuasaan penggunaan secara terpusat di
peradaban di China Kuno dan Mesir Kuno. Mereka melepaskan suplai pangan di saat
terjadinya kelaparan. Namun ketahanan pangan hanya dipahami pada tingkat
nasional, dengan definisi bahwa negara akan aman secara pangan jika produksi
pangan meningkat untuk memenuhi jumlah permintaan dan kestabilan harga.
Definisi baru mengenai ketahanan pangan dibuka pada tahun 1966 di World Food
Summit yang menekankan ketahanan pangan dalam konteks perorangan, bukan negara.
Ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai
faktor mempengaruhi jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota
keluarga. Bahan pangan yang dimakan harus aman dan memenuhi kebutuhan
fisiologis suatu individu. Keamanan pangan mempengaruhi pemanfaatan pangan dan
dapat dipengaruhi oleh cara penyiapan, pemrosesan, dan kemampuan memasak di
suatu komunitas atau rumah tangga. Akses kepada fasilitas kesehatan juga
mempengaruhi pemanfaatan pangan karena kesehatan suatu individu mempengaruhi
bagaimana suatu makanan dicerna. Misal keberadaan parasit di dalam usus dapat
mengurangi kemampuan tubuh mendapatkan nutrisi tertentu sehingga mengurangi
kualitas pemanfaatan pangan oleh individu. Kualitas sanitasi juga mempengaruhi
keberadaan dan persebaran penyakit yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pangan sehingga
edukasi mengenai nutrisi dan penyiapan bahan pangan dapat mempengaruhi kualitas
pemanfaatan pangan
TANTANGAN UNTUK
MENCAPAI KETAHANAN PANGAN
1.
Degradasi lahan
Pertanian intensif mendorong terjadinya penurunan
kesuburan tanah dan penurunan hasil. Diperkirakan 40% dari lahan pertanian di
dunia terdegradasi secara serius. Di Afrika, jika kecenderungan degradasi tanah
terus terjadi, maka benua itu hanya mampu memberi makan seperempat penduduknya
saja di tahun 2025
2.
Krisis air global
Kanal irigasi telah menjadikan kawasan padang pasir yang
kering di Mesir menjadi lahan pertanian. Berbagai negara di dunia telah
melakukan importasi gandum yang disebabkan oleh terjadinya defisit air, dan
kemungkinan akan terjadi pada negara besar seperti China dan India. Tinggi muka
air tanah terus menurun di beberapa negara dikarenakan pemompaan yang
berlebihan. China dan India telah mengalaminya, dan negara tetangga mereka
(Pakistan, Afghanistan, dan Iran) telah terpengaruh hal tersebut. Hal ini akan
memicu kelangkaan air dan menurunkan produksi tanaman pangan. Ketika produksi
tanaman pangan menurun, harga akan meningkat karena populasi terus bertambah.
Pakistan saat ini masih mampu memenuhi kebutuhan pangan di dalam negerinya,
namun dengan peningkatan populasi 4 juta jiwa per tahun, Pakistan kemungkinan
akan melirik pasar dunia dalam memenuhi kebutuhan pangannya, sama seperti
negara lainnya yang telah mengalami defisit air seperti Afghanistan, Ajlazair,
Mesir, Iran, Meksiko, dan Pakistan
Secara regional, kelangkaan air di Afrika adalah yang
terbesar dibandingkan negara lainnya di dunia. Dari 800 juta jiwa, 300 juta
penduduk Afrika telah hidup di lingkungan dengan stres air. Karena sebagian
besar penduduk Afrika masih bergantung dengan gaya hidup berbasis pertanian dan
80-90% penduduk desa memproduksi pangan mereka sendiri, kelangkaan air adalah
sama dengan hilangnya ketahanan pangan.
Investasi jutaan dolar yang dimulai pada tahun 1990an
oleh Bank Dunia telah mereklamasi padang pasir dan mengubah lembah Ica yang
kering di Peru menjadi pensuplai asparagus dunia. Namun tinggi muka air tanah
terus menurun karena digunakan sebagai irigasi secara terus menerus. Sebuah
laporan di tahun 2010 menyimpulkan bahwa industri ini tidak bersifat lestari. Mengubah
arah aliran air sungai Ica ke lahan asparagus juga telah menyebabkan kelangkaan
air bagi masyarakat pribumi yang hidup sebagai penggembala hewan ternak
3.
Perubahan iklim
Fenomena cuaca yang ekstrim seperti kekeringan dan banjir
diperkirakan akan meningkat karena perubahan iklim terjadi. Kejadian ini akan
memiliki dampak di sektor pertanian. Diperkirakan pada tahun 2040, hampir
seluruh kawasan sungai Nil akan menjadi padang pasir di mana aktivitas budi
daya tidak dimungkinkan karena keterbatasan air. Dampak dari cuaca ekstrem
mencakup perubahan produktivitas, gaya hidup, pendapatan ekonomi,
infrastruktur, dan pasar. Ketahanan pangan di masa depan akan terkait dengan
kemampuan adaptasi budi daya bercocok tanam masyarakat terhadap perubahan
iklim. Di Honduras, perempuan Garifuna membantuk meningkatkan ketahanan pangan
lokal dengan menanam tanaman umbi tradisional sambil membangun metode
konservasi tanah, melakukan pelatihan pertanian organik dan menciptakan pasar
petani Garifuna. Enam belas kota telah bekerja sama membangun bank benih dan
peralatan pertanian. Upaya untuk membudidayakan spesies pohon buah liar di
sepanjang pantai membantu mencegah erosi tanah. Diperkirakan 2.4 miliar
penduduk hidup di daerah tangkapan air hujan di sekitar Himalaya. Negara di
sekitar Himalaya (India, Pakistan, China, Afghanistan, Bangladesh, Myanmar, dan
Nepal) dapat mengalami banjir dan kekeringan pada dekade mendatang. Bahkan di
India, sungan Ganga menjadi sumber air minum dan irigasi bagi 500 juta jiwa. Sungai
yang bersumber dari gletser juga akan terpengaruh. Kenaikan permukaan laut
diperkirakan akan meningkat seiring meningkatnya temperatur bumi, sehingga akan
mengurangi sejumlah lahan yang dapat digunakan untuk pertanian. Semua dampak
dari perubahan iklim ini berpotensi mengurangi hasil pertanian dan peningkatan
harga pangan akan terjadi. Diperkirakan setiap peningkatan 2.5% harga pangan,
jumlah manusia yang kelaparan akan meningkat 1%.Berubahnya periode dan musim
tanam akan terjadi secara drastis dikarenakan perubahan temperatur dan
kelembaban tanah.
http://www.academia.edu/
http://id.wikipedia.org/
bkp.pertanian.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar