Jumat, 21 November 2014

Pengolahan Limbah B3 (Oli Bekas)

Timbulan limbah B3 yang semakin meningkat dikhawatirkan menimbulkan dampak yanglebih luas terhadap kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.Pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan proses cradle to grave yang bertujuanmeningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, yang diakibatkan olehpencemaran bahan berbahaya dan beracun . Disamping itu juga ditujukan untuk penurunanbeban pencemaran limbah B3 serta peningkatan kewaspadaan terhadap penyelundupanB3.B3 merupakan ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, sehinggamemerlukan penanganan dan teknik khusus untuk mengurangi atau menghilangkanbahayanya. B3 ini tidak dapat dikelola seperti mengelola sampah kota yang biasanya menggunakankendaraan sampah, tempat pembuangan akhir atau pembakaran dengan alat pembakar sampah kota, hal ini disebabkan:1. B3 mengandung zat beracun yang apabila tercuci dapat mencemarkan air permukaan dan air tanah disekitar tempat penanamannya yang akibatnya dapatmenimbulkan penyakit dan dapat meracuni masyarakat yang menggunakan air tersebut.2. B3 dapat menyebabkan kebakaran dan ledakan baik dalam pengangkutan sampahmaupun dilokasi pembuangan akhir.3. B3 dapat membakar kulit jika tidak ditangani dengan hati-hati dan aman.4. B3 dapat menghasilkan gas beracun yang dapat terhirup oleh masyarakat yangbermukim dis sekitar lokasi pembuangan akhir.5. B3 dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan antara petugas dan masyarakatyang bermukim disekitarnya.Salah satu limbah B3 yang perlu mendapatkan penanganan khusus karena dihasilkandalam jumlah yang tinggi pada masyarakat adalah oli bekas
Oli bekas yang merupakan salah satu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) banyakdihasilkan dari bengkel mobil atau motor. Oli banyak digunakan sebagai pelumas mesinmobil dan kebanyakan penghasilnya banyak yang masih sembarangan menampung olibekas. Oleh karena itu, karena disinyalir mengandung limbah B3,maka dikeluarkan suratBLH No. 458.41/PPL-B3/2009 tentang imbauan pengelolaan oli bekas agar semua pemilikatau pengusaha bengkel kendaraan bermotor bisa mengelola limbah dengan baik.
Proses Pengolahan Oli Bekas
Tahap pertama merupakan pemisahan air dari oli bekas, proses ini menghasilkan limbah air yang berasal dari campuran oli bekas.Tahap kedua memisahkan kotoran dan aditif nya (penambahan bahan kimia). Tahap ketigadilakukan untuk perbaikan warna, mengasilkan bahan dasar pelumas (bdp) dan limbahlempung. Yang terakhir mengolah bahan dasar menjadi pelumas atau disebut juga denganblending.
Tiga Tahapan Daur Ulang oli Bekas
Cara pertama, daur ulang oli bekas menggunakan asam kuat untuk memisahkan kotorandan aditif dalam oli bekas. kemudian dilakukan pemucatan dengan lempung. Produk yangdihasilkan bersifat asam dan tidak memenuhi syarat.
Cara kedua, campuran pelarut alkohol dan keton digunakan untuk memisahkan kotoran danaditif dalam oli bekas. Campuran pelarut dan pelumas bekas yang telah dipisahkan difraksionasi untuk memisahkan kembali pelarut dari oli bekas. Kemudian dilakukan prosespemucatan dan proses blending serta reformulasi untuk menghaasilkan pelumas siap pakai.
Cara ketiga. pada tahap awal digunakan senyawa fosfat dan selanjutnya dilakukan prosesperkolasi dan dengan lempung serta dikuti proses hidrogenasi.Selain daripada itu, jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanyaberurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, biladibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandungsejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin sajamengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisamerusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah. Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yangtak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang ditempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuatdari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah halyang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yangbermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan.
Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas hanyalahsepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi pelumas yang baik.Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal yang akan dipakai untukmembangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan untuk bahan bakar. Saringan olibekas juga tidak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik, kemudian dilebur dandijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat dan produk-produk lainnya.Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga, pipa danbernagai keperluan lainnya.



Jumat, 14 November 2014

PENANGANAN LIMBAH STYROFOAM

Styrofoam yang memiliki nama lain Polystyrene memang mempunyai 2 sisi yaitu positif dan negatifnya. Tetapi, Styrofoam yang terutama dipakai sebagai kemasan makanan atau minuman yang memang terlihat praktis dan rapi ini merupakan produk dari minyak bumi yang memang hanya diperbolehkan sekali pakai dan sebaiknya dihindari. Bayangkan saja betapa banyaknya tumpukan styrofoam yang akan muncul apalagi jika kita membuangnya di sembarang tempat. Limbah styrofoam yang tak dapat diurai oleh alam merupakan masalah besar bagi lingkungan, sebab jika dibakar asap hitamnya menjadi polusi udara, tapi kalau dibuang bisa menjadi penyebab banjir. Mengingat benda putih bersih ini tak dapat terurai dengan cepat atau membutuhkan waktu hampir ratusan tahun. Memang ada beberapa perusahaan di luar negeri yang bisa mendaur ulang styrofoam menjadi barang yang dapat dipakai kembali, tetapi di Indonesia, styrofoam yang didaur ulang kembali menjadi styrofoam kembali.
Styrofoam atau gabus sudah dikenal lama sebagai pembungkus tambahan pada produk-produk tertentu yang gunanya sebagai peredam getaran dan benturan agar tidak berdampak pada kerusakan pada barang yang dimaksud. Selain itu juga sebagai tempat makanan dan minuman yang saat ini menimbulkan kontroversi akibat dari efek negatif dari penggunaan Polystiren atau lebih dikenal dengan nama Styrofoam. Namun yang lebih membahayakan lagi adalah sampah Styrofoam itu sendiri pada makhluk hidup dan lingkungan karena selain tidak dapat hancur secara alami layaknya sampah (walau membutuhkan waktu lama) juga pencemaran sungai dan laut sehingga membahayakan ekosistem yang hidup di air.
Pengolahan limbah styrofoam, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan metoda ekstrusi. Ekstrusi yaitu suatu proses pembentukan material dengan cara di panaskan hingga mencapai titik leleh material yang kemudian dialirkan ke cetakan oleh screw untuk menghasilkan material sesuai dengan bentuk cetakan (die). Kapasitas mesin pengolah limbah styrofoam yang direncanakan yaitu sebesar 10 kg/jam, namun pada proses pengujiannya ternyata kapasitas sesungguhnya yang dapat dicapai mesin pengolah limbah styrofoam ini hanya sebesar 0,4 kg/jam dengan efisiensi alat atau hasil pelumatan terhadap bahan baku sebesar 60%.
Adapun penanganan limbah stryfoam dengan cara kimiawi seperti yang akakn dijelaskan uraian di bawah ini:
Adrienne Trinovia Sulistyo dan Vici Riyani Tedja, siswi grade XII IPA SMU Santa Laurensia, Alam Sutra, Tangerang, berhasil mengharumkan nama bangsa lewat proyek penelitian mereka yang berjudul "Pengolahan Limbah Styrofoam Melalui Proses Kimiawi Sulfonasi dan Proses Biologi Tradisional dengan Ekstrak Kulit Jeruk".
Ringkasnya, penelitian mereka berhasil membuktikan bahwa kulit jeruk dapat dimanfaatkan untuk menghancurkan sampah dari bahan Styrofoam. Hebatnya, ini bisa dilakukan tanpa teknologi yang rumit.
Ide awal penelitian ini berawal dari keprihatinan kita melihat semakin benyaknya tumpukan sampah stryfoam. Stryfoam sangat umum digunakan untuk berbagai hal. Gimana sich caranya...??
Caranya mudah, kulit jeruk dihluskan dalam blender lalu di peras untuk mengeluarka ekstrak yang mengandung dlimonene tersebut. Kemudian cairan ekstrak kulit jeruk ini di pakai untuk meredam stryfoam yang telah dipotong kecil-kecil. Selama peredaman, stryfoam terus diaduk. Hasilnya potongan stryfoam perlahan mengecil sampai akhirnya lumer dan air ekstrak jeruk mengental. Stryfoam yang telah lumer itulah yang sudah aman dibuang ke lingkungan karena sudah bisa diurai oleh mikro organisme.



Sabtu, 08 November 2014

PENANGGULANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SECARA BIOLOGIS

          Pengolahan limbah, atau pengolahan air limbah domestik, adalah proses penghilangan kontaminan dari air limbah dan limbah rumah tangga, baik limpasan (efluen) maupun domestik. Hal ini meliputi proses fisika, kimia, dan biologi untuk menghilangkan kontaminan fisik, kimia dan biologis. Tujuannya adalah untuk menghasilkan aliran limbah (atau efluen yang telah diolah) dan limbah padat atau lumpur yang cocok untuk pembuangan atau penggunaan kembali terhadap lingkungan. Bahan ini sering secara tidak sengaja terkontaminasi dengan banyak racun senyawa organik dan anorganik.
          Perkembangan industri yang pesat dewasa ini tidak lain karena penerapan kemajuan teknologi oleh manusia guna mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, namum di sisi lain dapat menimbulkan dampak yang justru merugikan kelangsungan hidup manusia. Dampak tersebut harus dicegah karena keseimbangan lingkungan dapat terganggu oleh kegiatan industri dan teknologi tersebut. Jika keseimbangan lingkungan terganggu maka kualitas lingkungan juga berubah. Padahal kenyamanan hidup banyak ditentukan oleh daya dukung alam atau kualitas lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup manusia (Wardhana, 1999).Diantara dampak kegiatan yang sangat berpengaruh pada kualitas lingkungan adalah dihasilkannya limbah pada berbagai kegiatan diatas. Berdasarkan sumber penghasilnya, air limbah berasal dari berbagai jenis kegiatan seperti perumahan, industri, pertanian dan perkebunan. Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri tergantung pada jenis industrinya sendiri, bahan baku, proses industri, bahan bakar, sistem pengelolaan limbah cair yang digunakan (Mukono, 2006). Sebagai patokan dapat dipergunakan acuan bahwa 85-95% dari jumlah air yang dipergunakan menjadi air limbah apabila industri tersebut tidak menggunakan kembali air limbah tersebut (Sugiharto, 2005).
Pengolahan Secara Biologis
          Semua polutan air yang biodegradable dapat diolah secara biologis, sebagai pengolahan sekunder,pengolahan secara biologis dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah dikembangkan berbagai metoda pengolahan biologis dengan segala modifikasinya (Tjokrokusumo, 1995).
          Pengolahan limbah secara biologi adalah pengolahan air limbah dengan menggunakan mikroorganisme seperti ganggang, bakteri, protozoa, untuk menguraikan senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana. Pengolahan tersebut mempunyai tahapan seperti pengolahan secara aerob, anaerob dan fakultatif. Pengolahan air limbah bertujuan untuk menghilangkan bahan organik, anorganik, amoniak, dan posfat dengan bantuan mikroorganisme. Penggunaan saringan atau filter telah dikenal luas guna menangani air untuk keperluan industri dan rumah tangga, cara ini juga dapat diterapkan untukpengolahan air limbah yaitu dengan memakai berbagai jenis media filter seperti pasir dan antrasit. Pada penggunaan sistem saringan anaerobik, media filter ditempatkan dalam suatu bak atau tangki dan air limbah yang akan disaring dilalukan dari arah bawah ke atas (Laksmi dan Rahayu, 1993).
Bau : Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau air limbah kegiatan industri, atau dapat juga berasal dari hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air (Wardhana, 1999). Zat organik dalam limbah, yang secara umum mewakili bagian yang mudah menguap dari seluruh benda padat yang terdiri dari senyawa nitrogen, karbohidrat, lemak-lemak dan minyak-minyak mineral, bentuknya tidak tetap dan membusuk dan mengeluarkan bau yang tidak sedap (Mahida, 1993).
Timbulnya bau pada air limbah secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi (Wardhana, 1999 ). Beberapa karakteristik fisik ini mencerminkan kualitas estetik dari air limbah(seperti warna dan bau ), sedangkan karakteristik lain seperti pH dan temperatur dapat memberikan dampak negatif pada badan air penerima.
Menurut Sunu (2001), faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air adalah :
Water Micro Organism
Sumber air :Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber air seperti air laut, air hujan, air tanah dan air permukaan.Komponen nutrient dalam air – Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk kehidupan mikroorganisme. Air buangan sering mengandung komponen­komponen yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu.Komponen beracun – Bila terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik dapat membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainya dalam air.Organisme air – Adanya organisme lain di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri.Faktor fisik – Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik tekanan hidrostatik, aerasi dan penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air.
          Tujuan pemrosesan air limbah secara biologi adalah untuk menghilangkan bahan organik dan anorganik yang terlarut dalam air yang sukar mengendap melalui proses penguraian biologis, penguraian ini memerlukan oksigen pada proses aerobik dan pada proses anaerobik berlangsung tanpa oksigen, proses biologis dapat digunakan untuk meniadakan pospat kebanyakan sistem biologis dapat mentolerir naik turunnya suhu. Pada pengolahan biologi air limbah, perlu dipertahankan agar mikroorganisme dapat menunjukkan kemampuannya yang optimal seperti bakteri untuk mengambil bahan-bahan organik dengan merancang peralatan dan sistem pengolahan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri.
Sebelum melakukan pengolahan perlu ditinjau bahwa pada proses pengolahan air limbah pH harus berkisar 7 atau 6,5 – 9,5 karena semua proses berlangsung pada suasana netral. Proses netralisasi pada umumnya dilakukan dengan penambahan Ca(OH)2 kemudian dilakukan pengadukan agar reaksi antara asam dan basa dapat berlangsung dengan baik (Djabu et al.,1 990).

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengolahan_limbah

http://www.indonesian-publichealth.com/2013/06/jumlah-dan-jenis-mikroorganisme-dalam-air.html