Styrofoam yang memiliki nama
lain Polystyrene memang mempunyai 2 sisi yaitu positif dan negatifnya. Tetapi,
Styrofoam yang terutama dipakai sebagai kemasan makanan atau minuman yang
memang terlihat praktis dan rapi ini merupakan produk dari minyak bumi yang
memang hanya diperbolehkan sekali pakai dan sebaiknya dihindari. Bayangkan saja betapa banyaknya tumpukan styrofoam yang
akan muncul apalagi jika kita membuangnya di sembarang tempat. Limbah styrofoam
yang tak dapat diurai oleh alam merupakan masalah besar bagi lingkungan, sebab
jika dibakar asap hitamnya menjadi polusi udara, tapi kalau dibuang bisa
menjadi penyebab banjir. Mengingat benda putih bersih ini tak dapat terurai
dengan cepat atau membutuhkan waktu hampir ratusan tahun. Memang ada beberapa
perusahaan di luar negeri yang bisa mendaur ulang styrofoam menjadi barang yang
dapat dipakai kembali, tetapi di Indonesia, styrofoam yang didaur ulang kembali
menjadi styrofoam kembali.
Styrofoam atau gabus sudah dikenal
lama sebagai pembungkus tambahan pada produk-produk tertentu yang gunanya
sebagai peredam getaran dan benturan agar tidak berdampak pada kerusakan pada
barang yang dimaksud. Selain itu juga sebagai tempat makanan dan minuman yang
saat ini menimbulkan kontroversi akibat dari efek negatif dari penggunaan
Polystiren atau lebih dikenal dengan nama Styrofoam. Namun yang lebih
membahayakan lagi adalah sampah Styrofoam itu sendiri pada makhluk hidup dan
lingkungan karena selain tidak dapat hancur secara alami layaknya sampah (walau
membutuhkan waktu lama) juga pencemaran sungai dan laut sehingga membahayakan
ekosistem yang hidup di air.
Pengolahan limbah styrofoam,
bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan metoda
ekstrusi. Ekstrusi yaitu suatu proses pembentukan material dengan cara di
panaskan hingga mencapai titik leleh material yang kemudian dialirkan ke
cetakan oleh screw untuk menghasilkan material sesuai dengan bentuk cetakan
(die). Kapasitas mesin pengolah limbah styrofoam yang direncanakan yaitu
sebesar 10 kg/jam, namun pada proses pengujiannya ternyata kapasitas
sesungguhnya yang dapat dicapai mesin pengolah limbah styrofoam ini hanya
sebesar 0,4 kg/jam dengan efisiensi alat atau hasil pelumatan terhadap bahan
baku sebesar 60%.
Adapun penanganan limbah
stryfoam dengan cara kimiawi seperti yang akakn dijelaskan uraian di bawah ini:
Adrienne Trinovia Sulistyo
dan Vici Riyani Tedja, siswi grade XII IPA SMU Santa Laurensia, Alam Sutra,
Tangerang, berhasil mengharumkan nama bangsa lewat proyek penelitian mereka
yang berjudul "Pengolahan Limbah Styrofoam Melalui Proses Kimiawi Sulfonasi
dan Proses Biologi Tradisional dengan Ekstrak Kulit Jeruk".
Ringkasnya, penelitian mereka berhasil membuktikan bahwa kulit jeruk dapat dimanfaatkan untuk menghancurkan sampah dari bahan Styrofoam. Hebatnya, ini bisa dilakukan tanpa teknologi yang rumit.
Ringkasnya, penelitian mereka berhasil membuktikan bahwa kulit jeruk dapat dimanfaatkan untuk menghancurkan sampah dari bahan Styrofoam. Hebatnya, ini bisa dilakukan tanpa teknologi yang rumit.
Ide awal penelitian ini
berawal dari keprihatinan kita melihat semakin benyaknya tumpukan sampah
stryfoam. Stryfoam sangat umum digunakan untuk berbagai hal. Gimana sich
caranya...??
Caranya mudah, kulit jeruk
dihluskan dalam blender lalu di peras untuk mengeluarka ekstrak yang mengandung
dlimonene tersebut. Kemudian cairan ekstrak kulit jeruk ini di pakai untuk
meredam stryfoam yang telah dipotong kecil-kecil. Selama peredaman, stryfoam
terus diaduk. Hasilnya potongan stryfoam perlahan mengecil sampai akhirnya
lumer dan air ekstrak jeruk mengental. Stryfoam yang telah lumer itulah yang
sudah aman dibuang ke lingkungan karena sudah bisa diurai oleh mikro organisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar