Jumat, 14 November 2014

PENANGANAN LIMBAH STYROFOAM

Styrofoam yang memiliki nama lain Polystyrene memang mempunyai 2 sisi yaitu positif dan negatifnya. Tetapi, Styrofoam yang terutama dipakai sebagai kemasan makanan atau minuman yang memang terlihat praktis dan rapi ini merupakan produk dari minyak bumi yang memang hanya diperbolehkan sekali pakai dan sebaiknya dihindari. Bayangkan saja betapa banyaknya tumpukan styrofoam yang akan muncul apalagi jika kita membuangnya di sembarang tempat. Limbah styrofoam yang tak dapat diurai oleh alam merupakan masalah besar bagi lingkungan, sebab jika dibakar asap hitamnya menjadi polusi udara, tapi kalau dibuang bisa menjadi penyebab banjir. Mengingat benda putih bersih ini tak dapat terurai dengan cepat atau membutuhkan waktu hampir ratusan tahun. Memang ada beberapa perusahaan di luar negeri yang bisa mendaur ulang styrofoam menjadi barang yang dapat dipakai kembali, tetapi di Indonesia, styrofoam yang didaur ulang kembali menjadi styrofoam kembali.
Styrofoam atau gabus sudah dikenal lama sebagai pembungkus tambahan pada produk-produk tertentu yang gunanya sebagai peredam getaran dan benturan agar tidak berdampak pada kerusakan pada barang yang dimaksud. Selain itu juga sebagai tempat makanan dan minuman yang saat ini menimbulkan kontroversi akibat dari efek negatif dari penggunaan Polystiren atau lebih dikenal dengan nama Styrofoam. Namun yang lebih membahayakan lagi adalah sampah Styrofoam itu sendiri pada makhluk hidup dan lingkungan karena selain tidak dapat hancur secara alami layaknya sampah (walau membutuhkan waktu lama) juga pencemaran sungai dan laut sehingga membahayakan ekosistem yang hidup di air.
Pengolahan limbah styrofoam, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan metoda ekstrusi. Ekstrusi yaitu suatu proses pembentukan material dengan cara di panaskan hingga mencapai titik leleh material yang kemudian dialirkan ke cetakan oleh screw untuk menghasilkan material sesuai dengan bentuk cetakan (die). Kapasitas mesin pengolah limbah styrofoam yang direncanakan yaitu sebesar 10 kg/jam, namun pada proses pengujiannya ternyata kapasitas sesungguhnya yang dapat dicapai mesin pengolah limbah styrofoam ini hanya sebesar 0,4 kg/jam dengan efisiensi alat atau hasil pelumatan terhadap bahan baku sebesar 60%.
Adapun penanganan limbah stryfoam dengan cara kimiawi seperti yang akakn dijelaskan uraian di bawah ini:
Adrienne Trinovia Sulistyo dan Vici Riyani Tedja, siswi grade XII IPA SMU Santa Laurensia, Alam Sutra, Tangerang, berhasil mengharumkan nama bangsa lewat proyek penelitian mereka yang berjudul "Pengolahan Limbah Styrofoam Melalui Proses Kimiawi Sulfonasi dan Proses Biologi Tradisional dengan Ekstrak Kulit Jeruk".
Ringkasnya, penelitian mereka berhasil membuktikan bahwa kulit jeruk dapat dimanfaatkan untuk menghancurkan sampah dari bahan Styrofoam. Hebatnya, ini bisa dilakukan tanpa teknologi yang rumit.
Ide awal penelitian ini berawal dari keprihatinan kita melihat semakin benyaknya tumpukan sampah stryfoam. Stryfoam sangat umum digunakan untuk berbagai hal. Gimana sich caranya...??
Caranya mudah, kulit jeruk dihluskan dalam blender lalu di peras untuk mengeluarka ekstrak yang mengandung dlimonene tersebut. Kemudian cairan ekstrak kulit jeruk ini di pakai untuk meredam stryfoam yang telah dipotong kecil-kecil. Selama peredaman, stryfoam terus diaduk. Hasilnya potongan stryfoam perlahan mengecil sampai akhirnya lumer dan air ekstrak jeruk mengental. Stryfoam yang telah lumer itulah yang sudah aman dibuang ke lingkungan karena sudah bisa diurai oleh mikro organisme.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar